"Masyarakat perlu mengetahui manfaat tanaman ganja secara ekonomi dan medis, jangan taunya hanya cimeng doang"
Oleh Difa Kusumadewi
Ada yang menarik pada Hari Anti Narkoba (HANI) yang jatuh pada 26
Juni 2013 lalu. Lingkar Ganja Nusantara (LGN), satu-satunya organisasi
yang mengampanyekan pelegalan ganja di Indonesia, mengadakan diskusi dan
bedah buku yang bertema "Mengguggat Ketertundukan Pemerintah Terhadap
Kebijakan Global Narkotika". Acara seminar dan bedah buku ini
bertempatan di Gedung Indonesia Menggugat, Jln perintis kemerdekaan no
5.
Diskusi ini menghadirkan tiga pembicara. Pembicara pertama adalah
Ketua LGN Dhira Narayana yang berbicara tentang kebijakan global
narkotika. Pembicara kedua adalah Budi Rajab, pakar antropologi yang
menjelaskan asal mula pemanfaatan ganja di Indonesia. Pembicara terakhir
adalah Peter Dantovski, Ketua Divisi Advokasi LGN.
Dalam diskusi ini dijelaskan manfaat tanaman ganja untuk kepentingan
medis, industri, dan rekreasi. Selama ini, masyarakat hanya mengetahui
manfaat daun ganja yang dibakar untuk rekreasi,kita mengenalnya dengan
nama "cimeng", tapi tidak mengetahui manfaat ganja untuk medis dan
industri yang dapat menaikan perekonomian.
Hemp, atau tanaman ganja untuk industri, sudah dikenal di seluruh
dunia sejak lama untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Bangsawan Cina jaman dahulu pernah menggunakan serat ganja sativa untuk
pakaian, tas, dan sepatu. Biji hemp sendiri juga dimanfaatkan sebagai
sumber pangan karena mempunyai kandungan protein dan omega tiga yang
cukup tinggi. Pada tahun 1937 di Amerika Serikat, hemp oil atau minyak
ganja pernah dipakai untuk bahan bakar mobil. Walau pada akhirnya ganja
dilarang pada tahun 1937 di negara tersebut.
Pada awalnya, marijuana atau ganja hisap tidak dikenal di Amerika
Serikat, kebiasaan itu dibawa oleh imigran Afrika dan Meksiko.
Masyarakat Amerika Serikat hanya mengenal hemp atau cannabis untuk
keperluan industri. Karena imigran tersebut dianggap sering melakukan
tindakan kriminal, pemerintah Amerika melarang tanaman ganja karena
dianggap marijuana yang mengakibatkan imigran-imigran ini berbuat
kriminal. Ganja kembali dilegalkan di Amerika Serikat pada perang duni2
kedua. Pemerintah Amerika mewajibkan petani untuk menanam ganja karena
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Namun, ganja diilegalkan kembali setelah
perang dunia kedua karena dianggap merusak otak.
Pada tahun 1961, PBB melakukan pelarangan terhadap penggunaan ganja.
Pelarangan ini kemudian dikritisi karena tidak mempunyai dasar saintifik
yang kuat. Dhira mengatakan, "PBB melakukan pelarangan terhadap ganja,
tetapi pengguna hak veto PBB adalah negara penghasil dan pengguna
tanaman ganja terbesar di dunia. Ini [tampak seperti] monopoli negara
penghasil tanaman ganja".
Produsen ganja terbesar di dunia adalah Cina, sebesar 23 ribu ton
pertahun, negara produsen terbesar kedua adalah Perancis, sebesar 4,3
ribu ton pertahun. Rusia menjadi negara produsen ketiga terbesar di
dunia Cina dan Perancis. Inggris juga salah satu produsen terbesar di
dunia dan pemegang hak paten Sativex, obet yang dibuat dari tanaman
ganja yang biasa diberikan untuk penderita multiple sclerosis. Sedangkan, Amerika Serikat adalah negara importir terbesar.
Di Amerika, Omset industri hemp, atau ganja industri, menembus angka
4,3 triliun rupiah (sekitar $450 juta) dalam satu tahun. Hemp adalah
salah satu jenis tanaman Cannabis Sativa dengan kandungan zat psikoaktif
yang sangat rendah (di bawah 1%). Omset tersebut didapat dari
perdagangan produk seperti sabun mandi hemp, minyak hemp untuk produk
kecantikan, papan hemp, protein hemp, pakaian hemp dan lain sebagainya.
Namun karena budidaya hemp di Amerika Serikat ilegal, seluruh bahan
mentah dari serat sampai minyak biji hemp harus diimpor.
Bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia, budidaya tanaman ganja
sudah cukup dikenal. Menurut penuturan pakar antopologi Budi Rajab,
"ganja dikenal di daerah tertentu di Indonesia seperti Aceh untuk
obat-obatan dan bumbu masak. Di Aceh misalnya, ganja digunakan bumbu
masak karena dapat menambah napsu makan".
"Ganja kemudian dikenal oleh masyarakat umum di Indonesia karena
adanya kriminalisasi pengguna ganja dalam undang-undang. Padahal,
tanaman ganja punya manfaat. Banyak juga orang Indonesia ikut-ikutan
menggunakan marijuana yang dihisap setelah ganja dilarang, tanpa
mengetahui manfaat lainnya", ujarnya menambahkan.
Pembicara ketiga, Peter Dantovski, menceritakan pengalamannya yang
ditangkap karena membawa ganja satu linting. "Saya disidang 5 bulan,
lebih lama dari koruptor", ungkapnya. Ia kemudian menjelaskan bahwa
secara hukum, pemakai ganja tidak dipenjara, hanya direhabilitasi. Walau
pada kenyataannya tidak sedikit pemakai ganja yang akhirnya dipenjara.
Ia kemudian menambahkan, " Presiden SBY juga mengatakan bahwa pengguna
narkotika tak boleh dikriminalkan, tapi fakta dilapangan berbeda jauh
dari mandat beliau ".
Acara ini ditutup dengan tanya jawab seputar dan efek dari tanaman
ganja. Pada akhir diskusi, pembicara juga menjelaskan bahwa ganja tidak
memberikan efek ketagihan secara fisik, malahan memberikan efek positif
yang berguna untuk keperluan medis.
"Masyarakat perlu mengetahui manfaat tanaman ganja secara ekonomi dan
medis, jangan taunya hanya cimeng doang", ujar Dhira mengakhiri diskusi
kali ini.
Info lebih lanjut mengenai Lingkar Ganja Nusantara : legalisasiganja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar